Senin, 23 April 2012

Perubahan iklim, Mari beradaptasi

Indonesia yang berada pada lingkaran cicin api dan garis patahan bumi cenderung sering mengalami bencana seperti gempa bumi, gunung meletus dan sebagainya. Namun bencana yang terjadi pada masa sekarang lebih kompleks. Bukan hanya Indonesia, tetapi juga dunia, yaitu bencana multi efek pemanasan global dan perubahan iklim.

Fakta Perempuan dalam Kesetaraan Gender

Perempuan dalam pembanguna pertanian memainkan peran penting dan transpormatif potensial dalam pertumbuhan pertanian di negara-negara berkembang. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lembaga PBB, UN Women memperoleh gambaran angka dan fakta mengenai perempuan di pedesaan yang menyangkut aspek kemiskinan, pertanian, pangan, hak atas tanah, kesehatan, sosial budaya dalam konteks pembangunan nasional pedesaan.

Dikutip dari sebuah laporan IFPRI (2009), mengenai kemiskinan menyebutkan bahwa negara-nagara dengan tingkat kelaparan tinggi ternyata juga memiliki tingkat ketidak setaraan gender yang tinggi. Kelaparan dan kemiskinan merupakan penyebab utama dari terjadinya ketidak setaraan gender, diperkirakan 60% penduduk yang mengalami kelaparan kronis adalah perempuan dan anak perempuan (WFP). Kasus itu banyak terjadi di negara-negara berkembang.

Pada sektor pertanian, diperkirakan bahwa bila perempuan memiliki akses yang sama dengan laki-laki terhadap sumberdaya produktif, peran perempuan dalam pelibatan pada sektor pertanian akan bisa meningkatkan hasil pertanian sebesar 20-30% yang berarti turut serta mengangkat 100 juta jiwa bahkan lebih penduduk dunia dari kelaparan. Pada negara berkembang, kesamaan akses perempuan dengan laki-laki terhadap sumberdaya akan bisa meningkatkan hasil pertanian sebesar 2,5-4%, yang bisa membantu pencapaian ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi (FAO, 2011).

Perkembangan yang ditunjukan dalam beberapa tahun terakhir, diperkirakan hanya 5% yang diarahkan pada kesetaraan gender dari semua bantuan yang ditujukan pada sektor pertanian (OECD, 2011). Di negara-negara tertinggal (least developed countries) menunjukan separuh dari tenaga kerja pertanian adalah perempuan (FAO). Dan hak atas tanah pada negara berkembang, perempuan yang menguasai tanah (land holder) hanya 10-20% (FAO, 2011).

Perempuan di pedesaan kebanyakan negara juga menunjukan, perempuan lebih banyak terlibat pekerjaan musiman, paruh waktu dan rendah upah; dan untuk pekerjaan yang sama perempuan menerima upah yang lebih kecil dibanding laki-laki (FAO, 2011). Kesempatan perempuan dalam mengakses kredit dalam pembiayaan usaha kecil baru 5-10% saja dibanding kaum pria dari kalangan usaha kecil (FAO, 2011). Data tersebut menunjukan bahwa akses kredit usaha pada lembaga keuangan masih didominasi kaum laki-laki.

Tingkat elektrifikasi di pedesaan negara-negara tertinggal berkisar dari 10-40%, akses pada air minum 9-97%, memasak kabanyakan masih secara trasisional. Para perempuan setiap hari melakukan perjalana jauh mencari bahan bakar (kayu dsb) serta air (UNIDO, 2011). Kesenjangan gender juga masih terjadi pada rangakaian luas teknologi pertanian, termasuk mesin dan peralatan, varietas unggul tanaman dan hewan, pengendalian hama, pupuk dan menejemen (UN Women).

Kesetaraan gender hingga saat ini belum sepenuhnya seimbang antara kaum perempuan dan kaum pria. Dominasi peran di berbagai sektor masih menganggap perempuan belum bisa menandingi pria. Di negara-negara berkembang posisi perempuan masih termarginalkan, dan masih terbatas dalam sumber daya manusia. Dalam pembangunan, perempuan seharusnya dijadikan patner yang seimbang dalam pengambilan kebijakan dan bukan selalu disubordinasikan.